Sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang turut andil dalam aktivitas politik. Perjuangan fisik melawan penjajah telah mengabadikan nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Yolanda Maramis dsb. Dalam pergerakan nasional muncul nama Rasuna Said dan Trimurti. Sedangkan RA Kartini dan Dewi Sartika, telah terpahat nama-nama mereka sebagai orang yang memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan pria.
Era Orde Baru telah melempangkan jalan bagi para wanita untuk aktif berkiprah dalam segala aspek kehidupan termasuk politik. Berbagai bentuk perjuangan politik telah digeluti para wanita, seperti parlemen, kabinet, partai politik, LSM, dan sebagainya.
Namun kesimpulan yang diambil delegasi 27 negara yang hadir dalam sebuah konferensi perempuan tahun 1994 lalu menyatakan bahwa akses perempuan Asia untuk terjun kebidang politik, masih rendah. Hal ini disebabkan perempuan Asia pada umunya masih terbelenggu masalah klasik yakni adanya diskriminasi, kurangnya dana dan dukungan. Konferensi yang dihadiri para perempuan politisi dan akademisi serta organisasi swadaya itu bertujuan mencari solusi bagaimana caranya meningkatkan peranan perempuan dalam bidang politik, bidang yang secara tradisional dikuasaii kaum laki-laki.
Seorang politisi sekaligus ilmuwan wanita dari Bangladesh, Rounaq Johan mengatakan bahwa dari seluruh perempuan yang ada di muka bumi ini, hanya 10% saja yang menduduki jabatan sebagai anggota parlemen. Sementara yang beroleh jabatan anggota kabinet (menteri) hanya 4%. Di Asia, tercatat hanya 5 perempuan yang (pernah) berhasil merebut posisi kepala negara, yakni Indira Gandhi di India, Sirimaaro Bandaranaike di Srilangka, Benazir Bhuto di Pakistan, Khaleda Zia di Banglades dan Corazon Aquino di Filipins.